POLEMIK DALAM BERMZHAB
POLEMIK BERMAZHAB
0leh Walid Blang Jruen
seputar ilmu fiqh
A.PENDAHULUAN
Pada zaman modernisasi sekarang ini, pengaruh mazhab sangat kuat di kalangan umat Islam, sehingga tidak satu komunitas yang sebenarnya terlepas bebas dari mazhab karena agama yang dianut oleh komunitas tertentu sudah pasti diambil atau dipengaruhi oleh salah satu mazhab. misalnya bansa Aceh, meskipun ada yang mengklaim tidak menggunakan mazhab, namun dalam praktiknya tetap saja secara dia beribadah cenderung mengikuti /mempedomani salah satu mazhab,umumnya bansa Aceh bermazhab mazhab syafi'i, karena melalui mazhab inilah bansa Aceh mengenal Islam. Masyarakat Saudi Arabia juga demikian, meskipun diklaim tidak bermazhab, namun praktiknya mereka menerapkan mazhab Hanbali, karena bansa saudi mengenal Islam melalui mazhab Hanbali.
B. Pertanyaan
a.apakah boleh kita pindah pindah dalam bermazhah......?
B.Apakah boleh kita bertaqlid dalam bermazhab.............?
C. Jawaban
walid menjawab dengan apa yang tertera di dalam Ianathuthalin dejlaskan sebagai berikut:
فائدة: إذا تمسك العامي بمذهب لزمه موافقته، وإلا لزمه التمذهب بمذهب معين من الاربعة لا غيرها
(Faedah) Apabila orang awam berpegangan kepada suatu mazhab, maka wajib sesuai dengannya. Kalau tidak, maka diwajibkan mengikuti salah satu mazhab yang tertentu diantara 4 mazhab, bukan yang lain."
ثم له وإن عمل بالاول الانتقال إلى غيره بالكلية، أو في المسائل بشرط أن لا يتتبع الرخص بأن يأخذ من كل مذهب بالاسهل منه فيفسق به على الاوجه
Kemudian, walaupun tengah mengamalkan mazhab pertama, baginya diperbolehkan pindah kemadzhab lain secara keseluruhan atau dalam beberapa masalah, dengan syarat tidak memilih-milih hal yang ringan dari setiap madzhab, yang dengan begitu makanya ia dihukumi fasiq, menurut beberapa wajah.
D.Dalam polemik bermazhab didalam usul fiqh diterangkan beberapa istilah penting yang berkaitan dengan masalah bermazhab, yaitu ijtihad, taqlid dan talfiq.
1. Ijtihad
Ijtihad didefinisikan sebagai "upaya untuk menemukan hukum-hukum syara' (agama). Untuk bisa mencapai taraf ijtihad, para ulama membuat beberapa persyaratan, yaitu :
1. Mengetahui arti ayat-ayat al-qur'an, baik dari segi bahasa maupun hukum.
2. Mengetahui hadist-hadist hukum, dan mengetahui maksudnya dari segi bahasa maupun hukum.
3. Mengetahui masalah nasikh dan mansukh (abrogasi dalam hukum qur'an dan hadist)
4.Mengetahui permasalahan-permasalahan yang telah terjadi konsensus para ulama mengenai hukumnya.
5. Mengetahui masalah analogi hukum Islam.
6. mengetahui bahasa Arab.
7. Mengetahui methodologi pengambilan hukum islam.
8. Mengetahui maqasid syar'iah (filsafat hukum Islam).
Itjihad dalam masalah-masalah agama senantiasa terbuka sampai kapan pun. Memang sering kita dengar isu bahwa pintu ijtihad telah tertutup, tapi kalau menurut Walid Blang jruen bukan di tutup akan tetapi tidak ada orang yang taraf ijtihadnya sampai bisa menjadi mujtahid, mau kita sadari atau tidak itulah faktanya, Agama Islam adalah agama yang mengajak kebebasan berfikir dengan logika yang benar. Imam al-Bughawi mengatakan bahwa mencari ilmu untuk bisa mencapai tingkat ijtihad hukumnya fardhu kifayah. Bila dalam satu masa, tidak ada orang yang mau mencari ilmu untuk meraih tingkat ijtihad maka, berdosalah seluruh umat Islam yang hidup pada saat itu.
2. Taqlid
Taqlid itu mengambil pendapat ulama dengan tanpa mengetahui dalil. Mengambil satu hukum dengan rujukan madzhab empat atau dengan tanpa mempelajari dalilnya, termasuk taqlid. Taqlid boleh dilakukan oleh orang yang pengetahuan agamanya terbatas karena tidak mampu untuk mengakses dalil-dalil yang ada. Taqlid boleh dilakukan hanya kepada ulama-ulama yang benar-benar mengetahui ilmu-ilmu agama dan taqlid yang terbaik adalah dengan disertai memperlajari dlail-dalil dari pendapat yang diikutinya. Taqlid buta, meskipun ia tahu itu bertentangan dengan dalil yang ia ketahui, atau taqlid dengan fanatik, sehingga merasa benar seindiri, sangat dicela dalam agama.
Bidang yang diperbolehkan taqlid, menurut sebagian besar ulama, secara teoritis, adalah furu' (cabang-cabang fiqh), sedangkah masalah tauhid (keyakinan) tidak boleh taqlid. Namun kalau dikaji secara empiris, tentu sulit untuk menerapkan ketentuan seperti itu. Masyarakat yang pengetahuannya terbatas dalam bidang apapun, pasti akan cenderung melakukan taqlid.
Bertaqlid kepada salah satu dari empat madzhab fiqh merupakan tindakan terpuji , karena muqallid (orang yang melakukan taqlid) tentu telah berkeyakinan bahwa madzhab yang dianutnya adalah yang terbaik bagi dirinya, artinya dari pertimbangan memperkecil keraguannya. Namun fanatik dengan madzhab yang dianutnya merupakan perbuatan tercela, karena ini berarti menganggap madzhab lain salah. Muqallid harus tetap berkeyakinan bahwa di sana ada pendapat lain yang mungkin layak juga untuk dipakai.
Keuntungan dari menggunakan satu madzhab adalah dari aspek simplifikasi pengajaran. Orang awam tentu akan lebih mudah belajar dan diajari dengan pendekatan satu madzhab, karena ini tidak membingungkan. Kerugiannya, antara
lain: terkadang taqlid dengan satu madzhab bisa merangsang fanatisme mazhab, apalagi pada kalangan awam yang tidak diberi wawasan agama yang baik. Terkadang taqlid kepada satu madzhab juga memperberat penerapan hukum,
aplagi bila kondisi tidak memungkinkan.
Sebagian besar ulama berpendapat tidak ada ketentuan yang mewajibkan bertaqlid kepada satu imam saja, namun boleh kepada imam lain yang diyakininya benar. Pendapat ini juga dipakai oleh para ulama terkemuka saat ini, karena menghembuskan nafas keterbukaan dalam menerapkan hukum agama.
3. Talfiq
Permasalahan taqlid yang telah mengundang polemik ulama dari rentang waktu yang cukup panjang, pada sekitar abad ke-10 hijriyah telah mengantarkan kepada gagasan pembatasan taqlid, yaitu dengan konsep talfiq. Mereka mengatakan bahwa taqlid sah apabila tidak mengantarkan kepada talfiq. Talfiq didefinisikan: mencetuskan hukum dengan mengkombinasikan berbagai mazhab, sehingga hukum tersebut menjadi sama sekali baru, tidak ada seorang ulama pun yang mengatakannya. Mencampur-campur mazhab dengan sengaja dan mencetuskan hukum baru yang sama sekali tidak ada dalilnya, itulah yang lebih tepat disebut talfiq yang dicela agama. Adapun berpindah madzhab dalam satu masalah agama dengan berlandasan kepada dalil atau karena kondisi tertentu, tidak lah termasuk talfiq.
Dalam bermazhab berbeda-beda pendapat yang perlu diperhatikan adalah sbb : Tidak dengan sengaja mencari-cari yang mudah (sengaja mencari enaknya) dengan tujuan mempermainkan agama, apalagi yang mengantarkan kapada hukum baru yang sama sekali tidak dikatakan oleh salah seorang ulama. Misalnya mengambil pendapat yang mengatakan boleh nikah tanpa wali, kemudian mengambil pendapat kedua yang mengatakan boleh nikah tanpa saksi, kemudian mengambil pendapat ketiga yang mengatakan sah nikah tanpa mahar, lalu mencetuskan pendapat "boleh nikah tanpa wali, saksi dan mahar". Pendapat ini tidak ada seorang pun ulama yang mengatakannya.Tidak mengantarkan kepada pendapat baru yang sama sekali bertentangan dengan dalil.Tidak memaksakan diri menggunakan pendapat yang telah diketahui atau diyakini kelemahnya. Tidak boleh dalam satu ibadah, misalnya dalam wudlu mengambil mazhab Syafi'i dalam mengusap sebagain kepala, kemudian mengikuti mazhab Hanafi dalam masalah tidak batal memegang kemaluan, padahal tanpa mengetahui dalil masing-masing dan hanya bermazhab buta atau taqlid.
Walluhu a'lam bissawab
Yang benar dari ALLAH yang salah dari kita , Maka dari itu kepada guru masyaikh masyaikh bila ada kekeliruan dalam tulisan atau memang beda pemahaman bisa diluruskan kembali demi tercapainya syiar agama